News Photo

Ketergantungan yang Melampaui Batas

by Lucky Pramarta (PRiADI Certified Counselor)

  • Blogs
  • Updated March 25, 2024

Manusia adalah makhluk sosial yang pada dasarnya memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan saling tolong menolong ketika sedang kesulitan. Sejak lahir, manusia selalu merasa bergantung dan tidak bisa lepas akan kehadiran orang lain disekitarnya. Lantas apabila kebutuhan bergantung pada orang lain itu melampaui batas, apakah itu hal wajar?

Rasa bergantung yang berlebihan bisa jadi pertanda jika seseorang mengalami gangguan kepribadian dependen. Sebuah gangguan kesehatan mental yang memengaruhi bagaimana cara seseorang berpikir dan berperilaku. Ditandai dengan pola perilaku ketergantungan berlebihan pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan emosional, fisik dan pengambilan keputusan. Banyak yang merasa cemas berlebihan dan bahkan tidak beralasan, dan tidak mampu melakukan berbagai hal sendirian.

Membahas mengenai hal tersebut, data tes kepribadian PRiADI terkait aspek need to belong to groups dapat menggambarkan bagaimana seseorang memiliki sifat bawaan yang dependen atau sebaliknya. Seseorang dapat dikatakan dependen atau bergantung apabila dalam data tes priadi mendapatkan nilai di warna ungu. Dengan hasil tersebut maka seseorang akan merasa nyaman berada di sebuah kelompok, dan menikmati waktu berlama-lama bersama kelompoknya. Dari sisi lain justru akan menampilkan seseorang menjadi kurang percaya diri dan sangat mudah dipengaruhi oleh orang lain.

Begitupun dalam aspek ease in decision making, seseorang yang mendapat nilai ungu dalam data tes priadi dapat dikatakan bahwa orang tersebut cenderung terlalu cepat dalam mengambil keputusan. Biasanya mereka menjadi kurang berhati-hati dan pada akhirnya membuat mereka akan membutuhkan orang lain dalam mendapatkan pengakuan dan persetujuan ketika mengambil keputusan. Lalu apakah sifat bawaan ini dapat memicu kebergantungan seseorang ke tingkat yang lebih parah?


DSM-V mengatakan bahwa ada beberapa gejala dan diagnosis tertentu sehingga dapat dikatakan seseorang mengalami gangguan kepribadian dependen. Gejala yang biasanya dialami adalah ketakutan akan kesendirian, menghindari mengambil tanggungjawab, sensitif terhadap kritik, dan kurang mampu beropini. Seseorang yang mengalami gangguan ini biasanya sangat bergantung pada orang terdekatnya dalam memenuhi kebutuhan emosional dan fisiknya.

Menurut DSM-V, untuk bisa menentukan seseorang mengidap gangguan kepribadian dependen, seseorang harus merasakan atau menunjukkan minimal 5 dari perilaku berikut:

1. Sulit membuat keputusan sehari-hari tanpa adanya banyak nasihat dan kepastian dari orang lain.

2. Membutuhkan orang lain untuk bertanggung jawab dalam aspek penting dalam kehidupan mereka.

3. Kesulitan untuk tidak setuju dengan orang lain karena takut kehilangan dukungan dan persetujuan.

4. Bermasalah ketika akan memulai sesuatu hal sendirian, karena tidak percaya diri dengan penilaian dan kemampuan.

5. Bersedia sekuat tenaga (melakukan hal yang tidak menyenangkan) demi mendapatkan dukungan dari orang lain.

6. Merasa tidak nyaman dan tidak berdaya ketika sedang sendirian karena ada ketakutan tidak dapat mengurus diri sendiri.

7. Sangat perlu menjalin hubungan baru dengan seseorang yang akan memberikan dukungan dan perhatian ketika hubungan yang erat sudah berakhir.

8. Kekhawatiran yang tidak realistis karena harus mengurus diri sendiri.


Gejala gangguan ini biasanya akan sulit dikenali ketika pengidapnya masih usia anak-anak atau remaja. Dikarenakan sikap bergantung pada usia tersebut masih bisa dipahami sebagai bagian dari proses pendewasaan. Tetapi jika setelah memasuki usia dewasa dan gejala tersebut mulai muncul, maka perlu diwaspadai dan perlu mendapatkan dukungan yang penuh untuk bisa melewatinya. Sebab pengidap gangguan ini akan mengalami nervous, cemas, serangan panik, ketakutan dan merasa tidak berdaya.

Apa yang menjadi penyebab dari gangguan ini sampai saat ini belum diketahui pasti. Umumnya, kepribadian terbentuk dari interaksi sosial di lingkungan sekitar dan keluarga terdekat. Namun ada beberapa pengalaman yang diduga dapat memicu gangguan kepribadian dependen ini. Berikut diantaranya:

1. Trauma ditinggalkan seseorang.

2. Pernah mengalami tindak kekerasan di masa lalu.

3. Berada dalam hubungan yang abusif dalam rentang waktu lama.

4. Trauma masa kecil.Pola asuh orangtua yang otoriter.

5. Memiliki keluarga dengan riwayat gangguan kecemasan.


Bagaimana menangani seseorang yang sudah mengidap gangguan kepribadian dependen? Segera minta pertolongan atau hubungi profesional seperti psikiater dan psikolog. Mereka akan membantu dengan memberikan penanganan dan perawatan yang tepat terkait dengan kondisi yang sebenarnya. Perawatan bertujuan hanya untuk meringankan gejala, dan membantu dalam proses memahami kondisi diri. Selain itu kita akan mendapatkan perspektif baru dalam membangun hubungan yang sehat dengan orang lain dan sekaligus meningkatkan harga diri kita.

Mulailah untuk melatih keterampilan dalam kemandirian, kenali apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan diri sendiri dan fokus pada apa yang ingin kita capai. Tegaskan batasan antara diri sendiri dengan orang lain. Baiknya mencari lingkungan yang lebih suportif, lebih mengerti kondisi kita, lebih selektif dalam mencari hubungan sosial membuat kita tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain. Belajar untuk bisa menolak apa yang tidak kita kehendaki, meskipun sulit namun dengan melatihnya secara rutin membuat kita bisa menahan dan mengurangi keinginan untuk terlalu bergantung pada orang lain.

Meskipun penyebabnya belum diketahui sehingga sulit untuk dicegah keberadaannya, mengenali dan menangani gejala lebih dini dapat mengurangi keparahannya. Pengidap gangguan kepribadian dependen secara umum mampu membaik dengan pengobatan dan perawatan, banyak gejala yang bisa berkurang dengan terus rutin melakukan pengobatan dan perawatan yang berkelanjutan.

Share This News

Comment

Need help?